TAZKIYATUN NAFS



CAKRA SARANA UNTUK



TAZKIYATUN NAFS








Hakikat manusia dalam
pandangan Islam terletak pada ruh, bukan pada jasad. Jasad dipahami
hanya sebagai instrumen semata. Bahwa segala perilaku manusia berasal
dari jiwa. Pada hakikatnya, yang melihat, mendengar, dan merasakan
adalah jiwa. Namun inti dari jiwa adalah ruh sebagai hakikat yang abadi
yang secara langsung berasal dari Allah SWT.


فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُ سَاجِدِينَ


“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup
kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud”. (QS. Al-Hijr : 29)





Ruh adalah rahasia Tuhan yang di
tiupkan kepada nafs (jiwa atau badan). Ruh ini menyebut dirinya AKU,
yang disebut bashirah (yang mengetahui atas jiwa, qalb, fisik dll. [1]




Ruh adalah simbol nilai-nilai ketuhanan dalam diri manusia, ketika Ruh
ditutupi/hijab dengan jasad, ibarat sebuah cahaya yang terang tapi
didalam gedung. Maka cahaya tersebut tidak bisa keluar, karena tertutup
oleh tembok.



Salah satu caranya adalah membuat lubang atau
membongkar tembok, agar cahaya tersebut bisa memancarkan cahayanya
keluar menjadi terang. Fungsi dari cakra-cakra dalam tubuh manusia
adalah sebagai media agar cahaya Ruh bisa menyinari seluruh tubuh
manusia melalui pori-pori dan atom diseluruh tubuh.



Dengan dzikir
mengaktifkan dan fokus pada tujuh cakra, maka secara perlahan-lahan
kita melubangi “tubuh” agar cahaya ruhani menjadi dominan ketimbang
jasmani sebagai simbol hawa nafsu yang selalu mengutamakan materi,
ketimbang ruhani.



Oleh karena itu jika manusia lebih dominan
unsur jasmaninya maka disebut materialistis, jika unsur ruhani yang
dominan disebut dengan manusia Ruhani.

Cakra termasuk bagian dari Ilmu Nafs, yaitu ilmu tentang mengkaji diri sendiri, sebagai jalan untuk mengenal Tuhan.


من عَرَفَ نفسهُ فقد عرف ربَّه



"Barangsiapa yg mengenali dirinya, maka sesungguhnya dia mengenali Tuhannya."



Keseimbangan Dunia dan Akherat




Keseimbangan (At Tawazun) merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.
Keseimbangan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan. Keseimbangan akan melahirkan kebahagiaan yang ditandai dengan
adanya ketenteraman dan kesejahteraan .



Kehidupan duniawi dan
ukhrawi merupakan fitroh yang harus dijalani oleh manusia, sehingga
menjalani kehidupan ini dengan memenuhi kebutuhan keduanya tidak dapat
dipisah-pisah. Membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan
bagian dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan oleh umatnya.




وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ
مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ


“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu. (al-Qoshos:77)



Tujuh cakra
dalam tubuh juga berkaitan dengan dunia dan akherat, untuk lebih
lengkapnya yaitu: Cakra dasar, cakra sex, cakra pusar adalah yang
berkaitan dengan kebutuhan dunia yang berupa sandang, papan, pangan dan
penyaluran kebutuhan biologis dan lain-lain. Sedangkan cakra jantung,
cakra tenggorokan, cara ajna (kening) dan cakra Mahkota adalah berkaitan
dengan akherat yaitu nilai-nilai penyucian jiwa sebagai proses menuju
pencerahan atau Marifatullah.



Orang-orang yang cakra dasar, cakra
sex, dan cakra pusarnya kotor dan dominan, maka yang dicari dan dikejar
adalah hanya uang dan hawa nafsu. Sebaliknya jika yang dominan dan
aktif adalah cakra jantung, cakra tenggorokan, cakra ajna (kening) dan
cakra mahkota, maka tiap hari hatinya selalu berusaha untuk memberihkan
dan memperbaiki diri dari kotoran-kotoran jiwa/hati untuk menuju Allah,
dapknya adalah istri dan anak yang terabaikan.



Dengan mengaktifkan dan membersihkan tujuh cakra, maka antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akherat menjadi seimbang

.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka". (al-Baqoroh:201)


Imam Ali berkata:



 إعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً


Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup
selama-lamanya. Dan kerjakan urusan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati
besok. [2]



Tazkitaun Nafs (Penyucian Jiwa)



Yang dimaksud
dengan penyucian diri adalah suatu upaya untuk menghilangkan atau
melenyapkan segala kotoran dan najis sifat-sifat tercela yang terdapat
dalam diri seseorang secara psikologis dan ruhaniyah.

Dosa-dosa
yang dikerjakan setiap hari bisa menutupi hati dan tubuh kita dari
cahaya ilahi, sebagaimana Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيْئَةً
نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ
وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ



سُقِلَ قَلْبُهُ وَإْنَ عَادَ زِيْدَ فِيْهَا حَتَّى
تَعْلُوْ قَلْبَهُ


Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan
perbuatan dosa maka akan tertitik dalam hatinya noda hitam jika ia
menghilangkannya dan memohon ampun, dan di ampuni, maka hatinya itu
dibersihkan. Jika ia melakukan kesalahan lagi, maka bintik hitam itu
akan ditambah sehingga bisa menutupi hatinya. [HR. Tirmidzi] [3 ]




Dengan dzikir di setiap cakra maka proses penyucian jiwa lebih mudah
untuk dilaksanakan. Karena ketika dzikir disetiap cakra semua kotoran
dosa dan noda dalam jiwa dan tubuh kita dikeluarkan melalui cakra.

Adapun proses Tazkiyatu Nafs (pembersihan jiwa) adalah tiga tahap:


1. Takhalli



Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat sifat tercela, dari
maksiat lahir dan maksiat bathin, semua dosa dan kotoran tersebut
merupakan hijab atau dinding yang membatasi diri dengan Tuhan. [4]
Dalam cakra-cakra terdapat dengan hubungan dengan sifat-sifat dan kecenderungan yang negatif yaitu:


1. Pelit (البخل ).


2. Dengki (الحسد)

.
3. Bodoh (الجهل).


4. Sombong (الكبر)

.
5. Marah ( الغضب ).


6. Sangat cinta dunia (الحرص).


7. Senang melakukan perkara jelek/hina (الشهوة).


8. Mengikuti kesenangannya (sexual) (الهوي).


9. Menipu (المكر).


10. Menggunjing (الغيبة).


11. Riyak/pamer (الرياء).


12. Dholim/Aniaya (الظلم)

.
13. Lupa pada Allah (الغفلة).


14. Bohong(الكذب).


15. Ujub(membanggakan amalnya)( العجب)

.


Semua sifat-sifat di atas, harus dikalahkan dan dibersihkan, sifat
sifat tersebut oleh kaum sufi dipandang penting karena sifat sifat ini
merupakan najis maknawi (najasah ma’nawwiyah). Adanya najis najis ini
pada diri seseorang, menyebabkannya tidak dapat dekat dengan Tuhan.



2. Tahalli



Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji, berusaha
agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan diatas ketentuan agama,
baik kewajiban yang bersifat luar maupun yang bersifat dalam. Kewajiban
yang bersifat luar adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti
sholat, puasa, dan haji. Adapun kewajiban yang bersifat dalam, contohnya
yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan kepada Tuhan.

Adapun sifat-sifat terpuji yang terdapat dalam cakra-cakra yang harus ikembangkan dalam diri manusia adalah sebagai berikut:


1. Dermawan (السخاوة)


2. Qona’ah (القناعة).


3. Taubat (التوبة).


4. Tawadhu’ (التواضع)

.
5. Sabar (الصبر).


6. Mempertahankan (التحمل)

.
7. Lemah lembut(الحلم).


8. Memberi (الجود).


9. Tawakkal (التوكل)

.
10. Ibadah (العبادة).




11. berSyukur (الشكر)

.
12. Ridho (. الرضى).


13. Takut kepada Allah (خشية).


14. Dzikir (الذكر).


15. Ikhlas (الاخلاص).


16. Menepati janji (الوفاء)

.
17. Waro’/ menjaga dari perkara syubhat (الورع ).


18. Zuhud (الزهد).


19. kemuliaan(الكرامات).


20. Rindu kepada Allah (العشق).


21. Baik budi pekertinya (حسن الخلق )

.
22. Belas kasih kepada semua makhluk (اللطف بالخلق).


23. Meninggalkan semua perkara selain Allah(ترك ما سوى الله ).


24. Taqorrub, mendekatkan diri kepada Allah(التقرب الى الله )

.
25. Berfikir tentang keagungan Allah(التفكر فى عظمة الله)

.
26. Ridho dengan pembagian dari Allah(الرضى بما قسم الله )

.


Proses takhalli dan tahalli, Imam Ghozali Dalam Kitabnya Arbain Fi
Ushul al-Din menjelaskan sangat panjang berkaitan dengan macam-macam
akhlakul madzmumah ( akhlak yang tercela) yang harus dikalahkan dan
dibersihkan dalam setiap jiwa. Kemudian diisi dengan akhlakul Mahmudah
(akhlak yang terpuji). [5]



3. Tajalli,


Setelah tahap ‘penyucian
diri’ dan ‘penghias diri’, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu,
tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah
Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam
kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya.
Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang
sempurna sebagai manusia luhur. [6]

Dzikir Untuk Membersihkan Cakra



Cara Dzikir Buka Cakra (jalur Enerji dalam tubuh) adalah:


1. Duduk bersila menghadap kiblat dlm kondisi wudhu


2. Dudukya rileks, tapi tubuh harus tegap tidak boleh bungkuk, tapi santai dan rileks, pejamkan kedua mata.


3. Sebelum dzikir baca: Ilahi anta maqsudii waridhoka matlubii a’tinii mahabbatika wa ma’rifatika


4. Lalu pusatan pikiran ke cakra dasar dipantat, niatkan buka cakra dipantat dan baca dzikir Allah 1000x



5. Lalu pusatan pikiran ke cakra sex di kelamin tembus ke belakang di
atas pantat, niatkan buka cakra sex dan baca dzikir Allah 1000x


6. Lalu pusatan pikiran ke cakra pusar tembus ke belakang, niatkan buka cakra pusar dan baca dzikir Allah 1000x


7. Lalu pusatan pikiran ke cakra jantung di dada tembus kebelakang, niatkan buka cakra jantung dan baca dzikir Allah 1000x


8. Lalu pusatan pikiran ke cakra Tenggorokan tembus ke belakang, niatkan buka cakra Tenggorokan dan baca dzikir Allah 1000x


9. Lalu pusatan pikiran ke cakra ajna di kening tembus kebelakang, niatkan buka cakra ajna dan baca dzikir Allah 1000x


10. Lalu pusatan pikiran ke cakra mahkota di kepala (ubun2), niatkan buka cakra mahkota dan baca dzikir Allah 1000x


11. Membaca doa-doa cahaya



12. Setelah semua cara dibuka dengan dzikir Allah, lalu diamlah duduk
meditasi tanpa baca apa-apa, hanya fokus dikeluar-masuk nafas di hidung,
waktu lamanya terserah anda.


13. Setelah selesai, kedua tangan anda hadapkan ke depan, sambil berkata: untuk semua makhluk alfateha........... selesai.




Dikerjakan selama 40 hari, siang satu kali, malam satu kali waktnya
terserah anda, misalkan bisa diamalkan setelah sholat magrib dan setelah
sholat subuh.



Tanda sebuah cakra sudah aktif adalah munculnya
getaran halus atau seperti ada yang bolong pada tempat cakra tersebut.
Lalu tahapan berikutnya adalah mengamalkan tehnik di atas siang dan
malam (24 jam) sebanyak tujuh kali kali dzikir, selama 10 hari.



Doa-Doa Mohon Cahaya Ilahi




Doa-doa di bawah ini sangat baik sekali dibaca setelah dzikir membuka
cakra, sehingga cahaya ilahi semakin banyak masuk kedalam tubuh, jiwa,
hati untuk membersihkan semua dosa dan enerji negatif dalam dalam diri
kita.



اَللَّهُمَّ اجْعَلْ فِيْ قَلْبِيْ نُوْرًا، وَفِيْ لِسَانِيْ
نُوْرًا، وَفِيْ سَمْعِيْ نُوْرًا، وَفِيْ بَصَرِيْ نُوْرًا، وَمِنْ
فَوْقِيْ نُوْرًا، وَمِنْ تَحْتِيْ نُوْرًا، وَعَنْ يَمِيْنِيْ نُوْرًا،

وَعَنْ شِمَالِيْ نُوْرًا، وَمِنْ أَمَامِيْ نُوْرًا، وَمِنْ خَلْفِيْ
نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِيْ نَفْسِيْ نُوْرًا، وَأَعْظِمْ لِيْ نُوْرًا،
وَعَظِّمْ لِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ لِيْ نُوْرًا،



 وَاجْعَلْنِيْ نُوْرًا،
اَللَّهُمَّ أَعْطِنِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِيْ عَصَبِيْ نُوْرًا، وَفِيْ
لَحْمِيْ نُوْرًا، وَفِيْ دَمِيْ نُوْرًا، وَفِيْ شَعْرِيْ نُوْرًا، وَفِيْ
بَشَرِيْ نُوْرًا

.(

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لِيْ نُوْرًا فِيْ قَبْرِيْ …
ونُوْرًا فِيْ عِظَامِيْ ) (وَزِدْنِيْ نُوْرًا، وَزِدْنِيْ نُوْرًا،
وَزِدْنِيْ نُوْرًا) (وَهَبْ لِيْ نُوْرًا عَلَى نُوْرٍ

)

.

Ya Allah
ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di lidahku, cahaya di
pendengaranku, cahaya di penglihatan-ku, cahaya dari atasku, cahaya dari
bawahku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya
dari depanku, dan cahaya dari belakangku. Ciptakanlah cahaya dalam
diriku, perbesarlah cahaya untukku, agungkanlah cahaya untukku, berilah
cahaya untuk-ku, dan jadikanlah aku sebagai cahaya. Ya Allah, berilah
cahaya kepadaku, ciptakan cahaya pada urat sarafku, cahaya dalam
dagingku, cahaya dalam darahku, cahaya di rambutku, dan cahaya di
kulitku”[Ya Allah, ciptakan-lah cahaya untukku dalam kuburku … dan
cahaya dalam tulangku”][“Tambahkanlah cahaya untukku, tambahkanlah
cahaya untukku, tambahkanlah cahaya untukku”][“dan karuniakanlah bagiku
cahaya di atas cahaya”] (Hr. Muslim) [7]



اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
نُوْرِ اْلاَنْوَارِ وَسِرِّ اْلاَسْرَارِ وَتِرْيَاقِ اْلاَغْيَارِ
وَمِفتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدِ
نِالْمُخْتَارِ وَالِهِ اْلاَطْهَرِ وَاَصْحَابِهِ



اْلاَخْيَارِ عَدَدَ
نِعَمِ اللهِ وَاِفضَالِهِ


“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas
cahaya di antara segala cahaya, rahasia di antara segala rahasia,
penawar duka dan pembuka pintu kemudahan, Sayyidina Muhammad manusia
pilihan, juga kepada keluarganya yang suci dan sahabatnya yang baik,
sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karuniaNya.” [8]



اللَّهُ
نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا
مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ
دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ



زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ
وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ
نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ
اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ



 وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ


“Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah
ibarat misykat yang di dalamnya terdapat pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca, dan kaca misykat itu bagaikan bintang yang bercahaya,
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
sesuatu, juga tidak di sebelah barat (nya). Yang minyaknya (saja) nyaris
menerangi, walaupun tidak disentuh oleh api. Cahaya itu di atas segala
cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya bagi siapa saja yang Dia
kehendaki, dan membuat perumpamaan kepada manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Nur, 24 : 35).







Daftar Pustaka:


[1] as-Shobuni, Sofwatu Tafasir, surat Al-qiayamah : 14, http://www.altafsir.com/Tafasir.asp…

[2] http://www.alseraj.net/alseraj1/zad/pages_txt_17.htm

[3] Hr. Tirmidzi, http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php…

[4] http://liberalls.org/vb/showthread.php?t=53030

[5] Imam Ghozali, Arbain Fi Ushul al-Din, Damsyik: Dar al-kolam, hal 112. Atau lihat di: http://3almnow.blogspot.co.id/2015/07/blog-post_58.html#

[6] http://www.marefa.org/index.php/%D8%AA%D8%AC%D9%84%D9%8A

[7] Shohih Muslim, http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php…

[8]Sholawat Badawy, http://kenanaonline.com/users/AlaaMarei/posts/570525







BY : Cahaya gusti





 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISLAM DAN MEDITASI

CAHAYA DZIKIR DALAM TUBUH MANUSIA

FASAL TENTANG QORIN