ENERGI KUNDALINI REIKI BERSUMBER DARI JIN ?



ENERGI KUNDALINI REIKI 



 BERSUMBER DARI JIN ?












Selama
ini ada yang beranggapan bahwa sumber energi Reiki adalah dari jin.
Mengingat saya baru beberapa bulan saja ikut Reiki dan belum waskita,
maka saya tak bisa mengiyakan atau menolak bila ada yang bilang begitu,
walau saya tak setuju. Karena walau saya belum waskita, saya cukup peka
dan bisa merasakan energi. Dan kehadiran suatu energi, baik atau buruk,
terutama adalah dari niat praktisinya. Bila yang kita niatkan untuk kita
akses adalah energi ilahi, maka yang hadir adalah energi Ilahi pula.
Demikian pula bila ada orang yang hendak mengakses energi-energi yang
lainnya, seperti jin, malaikat atau setan. Semata-mata tergantung dari
niat atau istilah populernya afirmasi (mantra). Dan innama a’malu bin
niyat.



Sebagai contoh, misalnya kita berniat
memusatkan perhatian di cakra dasar, maka akan terasa energi bergerak di
cakra dasar, lalu memusatkan perhatian di cakra pusar, maka akan terasa
energi mengalir di cakra pusar, dst. Mustahil kita niatkan di cakra
dasar lalu tiba-tiba energi bergerak di cakra mahkota. 100 persen
mustahil. Atau misalnya kita berniat mengakses/menaikkan energi
kundalini, maka akan terasa energi itu naik. Demikian pula bila kita
bermaksud mengakses energi-energi lainnya, seperti energi malaikat
misalnya. Tiap-tiap energi ada ciri khasnya, sehingga kita bisa tahu
bahwa memang energi yang kita niatkan itu yang sedang mengalir.

Saya
khawatir bahwa anggapan energi reiki dari jin adalah dari mereka yang
tidak peka dan tidak bisa merasakan energi. Karena mereka tidak peka ya
lalu bicara ngawur, karena mereka tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Analoginya, bisakah kita mempercayai penjelasan tentang rasa mangga dari
orang yang tak pernah makan mangga? Rasa duren dari orang yang tak
pernah makan duren? Atau penjelasan tentang cara berenang dari orang
yang tidak bisa berenang? Tidak mungkin. Dia sendiri renangnya gaya batu
kok mau memberi penjelasan tentang gaya bebas dan gaya katak. Kan
mustahil.

Akan tetapi, terlepas dari kontroversi apakah itu dari
energi alam atau jin, yang memang akan tetap menjadi kontroversi karena
secara default sebagian besar manusia tidak waskita, dan memerlukan
banyak latihan untuk menjadi waskita, maka saya lebih suka memandang
suatu ilmu dari sudut apakah ia membawa manfaat atau mudlarat. Bila
membawa manfaat, misalnya kesembuhan, kesehatan, maka ia datangnya dari
Tuhan. Bila ilmu itu membawa mudlarat, maka tentu datangnya dari syetan.

Yang
mengherankan adalah pihak-pihak yang bilang energi reiki dari jin
menuduh praktisi reiki sebagai musyrik karena minta tolong kepada selain
Tuhan. Pendapat yang tentu saja masih patut dipertanyakan karena mereka
umumnya tidak waskita juga. Darimana mereka tahu reiki dari jin kalau
mereka tidak waskita? Nah, kalau memang meminta tolong kepada selain
Tuhan adalah musyrik, lantas kenapa bila mereka sakit minta tolong
misalnya ke dokter atau mantri? Apakah itu tidak musyrik juga karena
dokter dan mantri bukan Tuhan.

Bahkan, dalam kehidupan
sehari-hari pun kita tiap hari meminta tolong kepada selain Tuhan karena
manusia adalah makhluk sosial. Minta tolong diantar ke sana kemari
kepada pak sopir, entah sopir pribadi, sopir bis atau sopir mikrolet.
Minta tolong diajari pelajaran oleh teman. Minta tolong diambilkan
sesuatu kepada saudara. Dan lain-lain. Berarti kita semua musyrik, dong.
Dan calon penghuni neraka semua. Karena setiap hari kita selalu minta
tolong kepada selain Tuhan. Jadi, lalu apakah musyrik itu? Silakan
definisikan yang jelas dulu.

Atau kadang ada yang bilang reiki
dari jin kafir. Mengingat mereka tidak waskita, tentu itu hanya masih
dugaan belaka. Akan tetapi, kenapa yang sudah jelas-jelas bukan dugaan,
yakni berobat kepada orang non-Islam–yang menurut definisi mereka adalah
kafir–tidak pernah dibilang musyrik dan kafir? Bahkan, banyak yang
bangga. Misalnya ada saudaranya atau temannya yang berobat ke Eropa,
Amerika, Singapore atau Jepang. Akan dibanggakan ke mana-mana, ke
seantero kampung. Padahal, siapa yang mengobati mereka di negara-negara
tersebut? Sudah jelas orang kafir. Bukan orang Islam.

Dan itu
bukan dugaan belaka, karena negara-negara itu jelas bukan negara Islam.
Apalagi kalau berobat ke wilayah bekas Jerman Timur atau Rusia, diobati
orang atheis di sana. Yang belum jelas dari jin kafir atau bukan kok
sudah tergesa diharamkan, tapi yang sudah jelas-jelas diobati orang
kafir atau malah atheis kok dihalalkan dan sama sekali tidak pernah
dipermasalahkan. Sebaliknya, malah dibanggakan kemana-mana. Bagaimana
ini maunya? Jadi, definisikan yang jelas dulu istilah kafir yang mereka
maksudkan itu.

Kalau definisi saya pribadi, bila membawa manfaat,
misalnya kesembuhan, kesehatan, maka ia datangnya dari Tuhan. Entah
melalui perantaraan siapa pun dan diobati dengan ilmu apa pun, entah
dengan reiki atau kedokteran modern, entah dengan dokter muslim atau
non-muslim. Sebaliknya, bila membawa mudlarat, tentu datangnya dari
setan.

Pada saat belajar “ilmu-ilmu gaib”, seringkali kita juga
mendengar ucapan, “Ah, Nabi Muhammad saja tidak bisa masa mereka bisa.”
Atau bilang “buat apa kita belajar itu, lha wong tidak ada pada zaman
nabi.”

Perlu kita maklumi bahwa Nabi Muhammad tidak bisa kita
jadikan ukuran dalam segala hal. Misalnya, kita tahu bahwa Nabi adalah
seorang ‘ummi alias buta huruf. Tak bisa baca dan tulis. Apakah itu
lantas kita jadikan patokan dan berkata, “Ah, Nabi Muhammad saja buta
huruf lalu ngapain kamu sekolah. Udah, bubarkan saja semua sekolah. Kamu
wajib buta huruf karena itu adalah sunnah rosul.” Kalau begitu caranya,
kacau dunia. Buta huruf semua umat Islam sebab Nabi memang buta huruf.
Naik onta semua umat Islam sebab Nabi tak pernah naik pesawat dan mobil.
Dan itu katanya sunnah rosul….

Kalau kita mau menengok ke zaman
yang lebih silam, banyak di antara umat Islam yang dulu juga susah
sekali menerima hal-hal baru dan tiap ada hal baru langsung saja mereka
beri label kafir atau haram. Sepakbola dulu sempat diharamkan,
menerjemahkan Al-Quran diharamkan, huruf latin diharamkan, juga
ilmu-ilmu umum, dll. Baru setelah lewat beberapa generasi dihalalkan,
bahkan banyak tokoh-tokoh Islam yang lalu gemar menonton dan main
sepakbola. Dan tentu saja belajar huruf latin.

Jadi, sebaiknya
jangan bersikap reaktif dan tertutup setiap ada hal-hal yang baru. Nanti
itu bisa mempermalukan umat Islam sendiri. Orang akan menganggap umat
Islam sebagai umat yang picik. Cobalah misalnya pikirkan tentang kasus
pengharaman ilmu-ilmu umum dan sepakbola dahulu. Apa pendapat kita
sekarang tentang hal-hal semacam itu? Jadi, mesti dipikirkan dulu
matang-matang sebelum mengharamkan atau menghalalkan sesuatu. Tidak
boleh fatwa asal-asalan saja. Ada kutipan bijaksana dari Walter Gropius,
“The human mind is like an umbrella. It functions best when open.”

Jadi,
memang tidak semua yang ada pada diri Nabi dan zaman Nabi bisa kita
jadikan ukuran. Bisa kacau nanti. Nabi sendiri pernah bersabda: “Kamu
lebih tahu urusan duniamu”. Lalu, apa hal utama yang bisa kita jadikan
patokan pada diri Nabi? Akhlak yang mulia. Nabi pernah bersabda bahwa
beliau tidak diutus ke dunia kecuali untuk memperbaiki akhlak manusia.
Itulah hal paling utama yang wajib kita teladan pada diri Nabi. Perkara
lain-lainnya, sepanjang hal itu membawa kebaikan, maka hukumnya mubah
saja, atau bisa sunah. Tak perlu kita mengharamkan sesuatu yang membawa
kebaikan. Malah dosa nanti.

Btw, sebelum belajar reiki saya ini
termasuk orang yang skeptis terhadap hal-hal gaib. Apalagi semenjak dulu
saya adalah pendukung teori evolusi. Dan boleh dikatakan hampir semua
semua ilmuwan pendukung teori evolusi yang karya-karyanya sering saya
baca adalah atheis atau minimal agnostik. Jadi, dalam tulisan-tulisan
saya yang terdahulu memang banyak terdapat pendapat-pendapat saya yang
bernada skeptis dan ”agnostik”. Saya dulu juga tidak percaya dengan
doa-doa dan tidak pernah berdoa. Akan tetapi, setelah mempelajari reiki
dan beberapa “ilmu gaib” lainnya, sebagian dari isi tulisan-tulisan saya
itu agaknya perlu saya revisi lagi.

Hal yang membuat saya
percaya adalah karena saya kebetulan peka terhadap energi. Saya bisa
merasakan energi yang ada, baik yang berasal dari reiki maupun doa-doa,
atau juga merasakan energi jin dan malaikat. Energi malaikat itu bisa
kita rasakan antara lain saat kita bertawasul kepada empat malaikat
muqorobin. Dan kaum jin biasanya paling benci dengan energi malaikat.
Karena bisa merasakan, maka akhirnya saya percaya. Kalau ada teman atau
saudara saya yang masih tidak percaya dengan reiki, biasanya saya bilang
bahwa bagi saya energi reiki itu seperti angin. Saya belum bisa
melihatnya, tapi bisa merasakannya. Angin itu kan tergolong “barang
gaib” juga. Apa ada di antara Anda yang pernah melihat angin? Tidak
pernah, bukan? Tapi kita bisa merasakannya.

Jadi memang tak hanya
seeing is believing, tapi juga sensing is believing. Dan saya yakin
bahwa seandainya ada orang atheis yang di-attunement reiki dan kebetulan
dia peka, maka dijamin dia langsung mengubah keyakinannya. Saya tak
tahu jumlah pastinya dan ini hanya kira-kira saja, tapi mungkin
perbandingan antara yang orang yang peka dan tidak peka bisa sekitar
50:50. Jadi, barangkali kita bisa membuat bertobat sekitar 50 persen
orang atheis. Dan seandainya saja Richard Dawkins ternyata tergolong
orang yang peka, lalu dia berbalik jadi theis, kan bisa gempar dunia.
Jadi, cover story di mana-mana.

Kepekaan ini saya kira adalah
sebuah anugrah dari Tuhan juga sebab bila saya tidak peka, maka saya
sampai sekarang masih skeptis. Meski demikian, bukan berarti saya sudah
tidak yakin dengan teori evolusi, saya masih yakin, dan keyakinan saya
itu didukung oleh pendapat Ibnu Rusyd tentang adanya kerapian yang ada
di alam semesta ini.

Sumber : google :)


 


 Oleh Kyai Jamas


 


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CAHAYA DZIKIR DALAM TUBUH MANUSIA

SIRR AYAT KURSI

FASAL TENTANG QORIN